Sejarah Surabaya di Jaman Kerajaan

Sejarah Surabaya Jaman Kerajaan
Sejarah Suroboyo (Surabaya) Jaman Kerajaan - Sudah kita ketahui bersama, Surabaya adalah kota metropolitan terbesar kedua di Indonesia dan sekaligus terbesar di provinsi Jawa Timur. Mengenai sejarah kota Surabaya, Surabaya merupakan pangkal sejarah yang unik dan menarik jika ditelusuri. Surabaya dulu adalah pintu utama gerbang masuknya Kerajaan Majapahit, yakni terletak di muara Kali Mas. Muara Kali Mas (Sungai Mas) dulunya memang jalur yang strategis bagi para pendatang atau saudagar dari negeri lain.

Pada tanggal 31 Mei 1293, pasukan Majapahit yang dipimpin oleh Raden Wijaya (Kertarajasa Jayawardhana) menang telak terhadap pasukan kerajaan Mongol utusan dari Kubilai Khan (pasukan perang dari Negeri Mongolia). Kedatangan pasukan kerajaan Mongol saat itu digambarkan sebagai ikan Suro (Ikan Hiu) yang datang dari laut (karena menggunakan kapal), sementara itu pasukan Raden Wijaya dari Majapahit dilambangkan sebagai Boyo (buaya), pertarungan yang membuahkan hasil kemenangan bagi Kerajaan Majapahit inilah sehingga pada tanggal tersebut menjadi hari jadi Kota Surabaya sampai saat ini.

Di abad ke 14 setelah masa kejayaan Kerajaan Majapahit, Majapahit beransur-ansur melemah dan wilayah kekuasaannya mulai berkurang pula. Penyebabnya adalah banyak konflik yang terjadi dilingkup internal kerajaan, mulai dari perebutan kekuasaan, perang paregreg (perang saudara, 1405-1405), sehingga mengakibatkan lemahnya pengendalian daerah yang dikuasai oleh kerajaan Majapahit. Ditambah dengan ekspansi ekspedisi laut Dinasti Ming yang dipimpin oleh seorang Tionghoa Muslim yang bernama Laksamana Cheng Ho, sehingga megurangi pengaruh Majapahit karena ekspansi komunitas Muslim Tionghoa dan juga komunitas Arab.

Pada awal abad ke-15, penyebaran agama Islam mulai menyebar dengan sangat pesat di daerah Surabaya. Perkembangan agama Islam di pulau Jawa sangat erat hubungannya dengan Wali Songo, Salah satu dari Wali Songo tersebut yang bernama Raden Rahmat (1401-1481) atau lebih akrab dengan nama Sunan Ampel, mendirikan sebuah masjid dan pesantren di kawasan Ampel pada tahun 1530, Surabaya saat itu menjadi bagian dari Kerajaan Demak.

Menyusul dengan runtuhnya Kerajaan Demak, Surabaya menjadi sasaran penaklukan Kesultanan Mataram, Panembahan Senopati pada tahun 1598, diserang bertubi-tubi oleh Panembahan Seda ing Krapyak pada tahun 1610, Sultan Agung tahun 1614 juga melakukan penyerangan. Aliran sungai Brantas pada zaman itu juga diblokade oleh Sultan Agung, yang akhirnya memaksa Surabaya harus menyerah.

Suatu literatur VOC pada tahun 1620 mempunyai gambaran tentang Surabaya sebagai negara yang kaya raya dan mempunya kuasa. Mempunyai panjang lingkaran sekitar 5 mijlen an Belanda (kira-kira 37 km), dikelilingi kanal dan diperkuat meriam. Tahun tersebut, untuk melawan Mataram, tentaranya sebesar 30.000 prajurit. [M. C. Ricklefs, A History of Modern Indonesia since c. 1200, 2008].

Ada upaya lain dari Trunojoyo dari Madura untuk merebut Surabaya pada tahun 1665, namun upaya perebutan itu berakhir dengan  depakan oleh VOC pada tahun 1677. Upaya-upaya lain sebenarnya juga terjadi dalam peristiwa sejarah Surabaya, namun dari literatur yang ada, gambaran ini hanya didapat dalam gambaran umum sejarah yang ada.

Selanjutnya dalam perjanjian lain antara Paku Buwono II dengan VOC pada tanggal 11 November 1743, Surabaya diserahkan sepenuhnya kepada VOC. Penyerahan ini berkaitan dengan pengaturan, penguasaan yang menyangut Surabaya. Gedung pusat pemerintahan Karesidenan Surabaya saat itu berada di sebelah barat Jembatan Merah. Jembatan Merah inilah yang membatasi permukiman orang Eropa (Europeesche Wijk) dengan etnis dan penduduk yang berlainan suku seperti Tionghoa, Melayu, Arab dan sebagainya (Vremde Oosterlingen) waktu itu. Sampai pada tahun 1900, Surabaya masih sebatas hanya sampai di Jembatan Merah saja. Namun hingga kini Surabaya sudah membentang lebih luas dari sebelumnya..



Share on Google Plus

About Unknown

    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Post a Comment